Nama : Nurul Fatimah
NIM : A310130154
BAB
II
PENGERTIAN
DAN UNSUR KALIMAT
1.
PENGERTIAN
SINTAKSIS
Kata
sintaksis berasal dari bahasa Yunani sun yang berarti ‘dengan’ dan tattein yang berarti ‘menempatkan’.
Secara etiologis kata sintaksis berarti ‘menempatkan bersama-sama kata-kata
menjadi kelompok kata menjadi kalimat’ (Verhaar,1977).
Sintaksis merupakan cabang ilmu
bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase,
berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk beluk kata dan morfem
(Ramlan,1987). Dari pengertian itu dapat diketahui bahwa bidang garapan
sintaksis tidak hanya terdiri atas kalimat, klausa, dan frase, tetapi juga
wacana. Dapat ditegaskan juga bahwa sintaksis adalah bagian ilmu bahasa yang
mebicarakan hal-hal yang berhubungan dengan frase, kalusa dan kalimat.
2.
RUANG
LINGKUP SINTAKSIS
Sintaksis
menyelidiki semua hubungan antar-kata dan dan antar-kelompok kata antar-frase
dalam satuan dasar sintaksis. Sintaksis mempelajari hubungan di luar batas
kata, tetapi dalam satuan yang disebut kalmia, (Verhaar, 1977). Yang termasuk
dalam pembicaraan sintaksis menurut J. D. Parera (1983) adalah kalimat, kalusa,
dan frase. Dari pendapat Ramlan bahwa ruang lingkup sintaksis bukan hanya seluk-beluk
frase, klausa, dan kalimat, melainkan juga seluk-beluk wacana.
3.
PENGERTIAN
KALIMAT
Kalimat
dalam hal ini dapat dipandang sebagai unsur yang dalam batasan-batasan tertentu
paling besar atau paling luas dibandingkan dengan frase dan klausa.
3.1 Pengertian Kalimat yang
Mempertimbangkan Makna
Kalimat ialah satuan kumpulan kata
yang terkecil yang mengandung pikiran yang lengkap.yang
dimaksud dengan pertimbangaan makna pada batasan tersebut adalah pernyataan
Alisyahbana yang berbunyi mengandung
pikiran yang lengkap. Sedangkan yang dimaksud sebagai pertimbangan bentuk
dalam batasan itu adalah satuan kumpulan
yang terkecil. Soetarno (1979) memberikan batasan atau definisi mengenai
kalimat berdasarkan dua dasar. Pertama berdasarkan strukturnya, kedua berdasarkan
maknanya. Berdasarkan strukturnya kalimat
ialah kesatuan bahasa yang didahului dan diakhiri oleh kesenyapan. Susunan kata
dan intonasinya, menunjukkan bahwa pikiran yang diungkapkan lengkap.
Berdasarkan maknanya kalimat ialah kesatuan bahasa yang mengandung pikiran yang
lengkap. Baginya kalimat memliliki ciri sebagai berikut:
(a) susun kata yang merupakan bentuk
ekspresif
(b) kesenyapan dan intonasi
(c) pikiran yang lengkap
(d) situasi
4.
PENGENALAN
KALIMAT
Untuk
mengenali suatu ujaran termasuk kedalam kalimat atau bukan dapat diperhatikan
dari dua hal. Pertama, ujaran yang terdapat dalam bahasa lisan. Kedua, ujaran
dalam bahasa tulis. Jika ujaran tersebut terdapat dalam bahsa lisan, cara
mengenalinya adalah dengan menggunakan prinsip kalimat lisan. Sebaliknya, jika
ujaran yang dimaksudkan digunakan dalam bahasa tulis, atau dalam wacana tulis,
pengenalannya juga dalam menggunakan bahasa tulis. Mengenali kalimat dalam
bahasa lisan dimungkinkan bisa dilakukan tanpa memperhatikan makna kalimat.
Artinya, jika suatu ujaran telah menunjukkan intonasi akhir selesai, dapat
dikenali sebuah kalimat. Tetapi, dalam bahasa tulis pengenalan kalimat agaknya
perlu mempertimbangkan makna suatu kalimat. Jika suatu ujaran menyatakan makna
lengkap, ujaran itu dapat dikatakan sebagai kalimat. Disamping itu, dalam
bahasa tilis kalimat telah ditandai dengan beberapa tanda baca, penggunaan
ruang kosong dan lain-lain. Perbedaan ragam lisan dan ragam tulis adalah jika
rgam lisan menghendaki orang kedua, ragam tulis tidak menghendaki. Dalam ragam
lisan terikat situasi, kondisi, ruang, waktu sedangkan rgam tulis tidak. Dan
ragam lisan dipengaruhi oleh intonasi sedangkan ragam tulis dipengaruhi tanda
baca.
5.
UNSUR-UNSUR
KALIMAT
Unsur-unsur
kalimat dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Yang pertama, unsur segmental
atau bentuk. Yang kedua, unsur suprasegmental atau intonasi, lagu kalimat,
jedai
5.1 Unsur Segmental
Menurut
Moeliono (ed.), (1988) berdasarkan bentuknya kalimat dapat dilihat dari unsur
sebagai berikut:
a) Bagian
Inti (bagian kalimat yang tidak dapat dihilangkan)
Contoh
:
Lebaran
dan budaya mudik telah berlalu
Kalimat
tersebut semuanya merupakan bagian inti sehingga tidak ada yang dapat
dihilangkan.
b) Bukan
Inti (bagian kalimat yang dapat dihilangkan)
Contoh
:
Setelah
malapas penat dari “ziarah kemanusiaan”, kesibukan, keruwetan dan rutinitas
kembali menghadang.
Kalimat
tersebut terdiri dari dua bagian :
-
Yang pertama (Setelah malapas penat dari
“ziarah kemanusiaan”)
-
Yang kedua (kesibukan, keruwetan dan
rutinitas kembali menghadang.
Bagian
kedua disebut bagian inti dan bagian pertama disebut bagian bukan inti.
Semua
untur dalam kalimat tidak harus muncul. Fungsi yang harus muncul adalah S dan
P. Menurut Verhaar, 1977 dan Fokker 1972 menyatakan bahwa dalam bahsa lisan
bisa hanya S atau P saja.
5.2 Unsur Suprasegmental
Unsur suprasegmental
kalimat adalah lagu kalimat atau intonasi kalimat. Intonasi adalah kerjasama
antar tekanan, nada, tekanan waktu dan perhentian-perhentian yang menyertai
suatu tutur dariawal hingga kekeperhentian akhir.termasuk di dalm intonasi ini
adalah kesenyapan (jeda). Kesenyapan oleh Keraf (1980) diartikan lebih luas
daripada perhentian. Dalam bahasa tulis kesenyapan ini dapat berupa ruang
kosong atau spasi. Kesenyapan merupakan keadaan diam, sedangkan perhentian
merupakan berhentinya suatu proses. Ramlan (1987) menggunakan istilah jeda untk
menyatakn perhentian. Dalam bahasa tulis jeda panjang atau kesenapan, baik
kesenyapan awal atau kesenyapan akhir ditandai dengan tanda duasilang rangkap.
Contoh:
(13) # Orang itu sesang membaca #
(14) # adiknya bermain-main di halaman)
Nada
atau titnada merupakan tinggi-rendah suatu ketika orang mengucapkan suatu
ujaran atau suatu kalimat. Dalam ilmu bahasa atau linguistik dikenal dengan
adanya empat jenis nada, yakni nada tinggi sekali, nada tinggi, nada sedang,
dan nada rendah. Berturut-turut dalam pembahasan intonasi secara tertulis
ditandai dengan angka 4, 3, 2, dan 1.
Tekanan atau aksen adalah tingkatan
keras dan lemahnya unsur suatu kalimat diucapkan (Samsuri, 1978). Dalam suatu
bahasa tekanan dan nada dapat dikenakan pada unsur kalimat yang berupa kata
atau suku kata. Aksen dan kuantitas merupakan cirri-ciri prosodi suatu
kalimat.kuantitas merupakan panjang atau pendek suatu bunyi diucapkan.
Keraf
(1980) membagi tekanan dalam tiga jenis. Ketiga macam tekananitu adalah :
tekanan dinamik, tekanan tinggi atau nada, dan tekanan kuantitas. Tekanan
dinamik adalah tekanan keras yang diletakkan atas sebuah sukukata dan mempunyai
fungsi untuk membedakan arti.
Contoh :
Re’fuse ‘sampah’
Refu’se ‘menolak’
Tekanan tinggi atau nada juga disebut
tekanan musikal. Dalam bahasa-bahasa Barat, seperti bahasa Yunani dan Cina
tekanan musikal ini mempunyai fungsi sebagai pembeda arti.
Tekanan
kuantitas adalah tekanan yang terjadi karena suatu vocal diucapkan lebih
panjang daripada vocal lainnya. Perbedaan ini menghasilkan perbedaan antara
vocal panjang dan vocal pendek.
BAB
III
RAGAM
KALIMAT
1.
RAGAM
KALIMAT MENURUT A.A. FOKKER
Fokker
(1972) membagi kalimat dengan menggunakan dua dasar. Pertama, pembagian kalimat
berdasarkan struktur fungsional kalimat atau dari bangun kalimat. Kedua,
pembagian kalimat berdasarkan intonasinya.
1.1 Pembagian Berdasarkan Bangun
Kalimat
1.1.1
Tipe Kalimat
Tipe kalimat itu adalah :
a.
Tipe kalimat pertama
b.
Tipe kalimat kedua
c.
Tipe kalimat ketiga
d.
Tipe kalimat keempat
e.
Tipe kalimat kelima
f.
Tipe kalimat keenam
g.
Tipe kalimat ketujuh
h.
Tipe kalimat kedelapan
i.
Tipe kalimat kesembilan
Tipe kalimat pertama
adalah kalimat dengan struktur fungsional S/P. S adalah sesuatu yang menjadi
titik permulaan sesuatu yang dipercakapkan, sedangkan P adalah ada yang
dikatakan orang tentang hal tersebut.
Contoh :
(1) Pekarangan / bersih
(2) percobaan itu / gagal
Kalimat tipe kedua dibedakan dengan
kalimat tipe pertama semata-mata karena intonasinya. Kalimat tipe kedua ini
adalah S/
. Dalam kalimat ini
pokok pemberitaan, atau S mula-mula digeser ke depan, sehingga ia menjadi pusat
perhatian. Inti pembelajaran yang sebenarnya yaitu sesuatu yang ingin kita
beritakan tentang pokok pembicaraan, yakni P, dipisah dengan S oleh jeda.
Contoh :
(7) Orang yang melanggar peraturan itu,
tentulah ia dihukum berat.
(8) Adapun tempat tinggalnya, tidak
diketahui orang.
Kalimat
tipe ketiga dibedakan dengan kalimat tipe pertama dan kedua karena S tidak
terdiri atas satu bagian, tetapi terdiri atas beberapa bagian. Kalimat tipe ini
digambarkan dengan struktur fungsional S1/S2/P.
Contoh :
(10) Akan anaknya perempuan,dua tahun
kemudian, dipersuamikan.
(11) Adapun kedudukannya, dalam zaman
itu, adalah istimewa.
Kalimat
tipe keempat membedakan dirinya dengan tipe pertama, karena P pada kalimat tipe
keempat terdiri atas dua bagian atau lebih. Antara bagian-bagian P itu
dipisahkan oleh jeda. Struktur kalimat itu adalah S1/P1/P2.
Contoh :
(12) Mereka berdua masuk warung, hendak
minum kopi
(13) Auto kami selalu menurun di pinggir
jurang, membelok-belok sampai ke Bandarbaru
Tipe
kalimat kelima adalah kalimat yang berstruktur P/S. Perbedaan kalimat tipe
pertama dengan tipe kedua adlah intonasi dan urutan kata. Urutan kata pada
kalimat tipe keliama bertentangan dengan urutan kata pada kalimat tipe pertama.
Contoh :
(14) Keras sungguh perjanjian itu.
(15) Habislah pembicaraan kita.
Tipe
kalimat keenam adalah kalimat yang hanya terdiri dari atas P saja. Contoh :
(17) Untung tak ada kurban manusia.
(18) Terdengarlah makian dan ejekan.
Kalimat tipe ketujuh
adalah kaliamt yang berstruktur S/
. Kalimat tipe ketujuh
termasuk kalimat beruas.
Contoh :
(19) Dewasa ini pengetahuanlah yang
diutamakan orang.
(20) Surat anak muda itu, ia sendiri yan
membalasnya.
Kalimat
tipe kedelapan adalah kaliamat yang berstruktur
/ S. P terdiri atas
unsur pokok (p) dan sebutan (s)
Contoh :
(21) Ia malu, akan pulang ke negerinya.
(22) Sangat berat baginya, untuk bercerai
dengan anak.
Kalimat tipe kesembilan adalah
kalimat yang berstruktur /S. Kalimat seperti ini tampak pada contoh berikut.
(23)
Sedih anak itu, ditinggalkan ibunya.
(24)
Tak sangguplah ia, akan meninggalkan sobatnya.
1.1.2
Kalimat Luas
Dibedakan tiga jenis kalimat luas,
yakni : (1) kalimat luas I, (2) kalimat luas II, dan (3) kalimat luas III. Kalimat luas I adalah
kaliamat luas yang hubungan antara S dan P merupakan hubungan/relasi temporal,
relasi kausal, relasi kondisional, relasi final, relasi konsesif, relasi
sirkumstansial, dan relasi konsekutif.
Kalimat luas II merupakan kalimat
hasil merapatkan dua kalimat yang setara. Dengan merapatkan itu satu unsur
berfungsi sebagai S dan unsur laian berfungsi sebagai P dari keseluruhan
kalimat yang besar. Contohnya:
(38)
Penduduk banyak yang merantau, mencari rezeki di Negara lain.
(39)
Kedu suami isteri itu tampak hidup dengan rukun dan damai.
Kalimaat luas III adalah kalimat
yang dirapatkan dari kalimat-kalimat lain oleh elips. Contohnya:
(40)
Kedengarannya bunyi beberapa gendang, dipukul beramai-ramai.
(41)
Bunyi orang bertepuk tangan dengan hebat terdengar sampai disini.
1.2 Pembagian Berdasarkan Intonasi
Kaliamt pernyataan dibedakan
berdasarkan: (1) pertanyaan untuk diakui, (2) pertanyaan untuk diingkari,
dan(3) pertanyaan minta keterangan. Pernyataan untuk diakui dapat dikenali dari
intonasinya. Contohnya:
(42)
Sudah ada keputusan? Sudah
Pernyataan untuk diingkari dapat
digunakan beberapa kata pengingkar seperti: tidak, bukan, dan belum. Contohnya
(44)
orang itu sahabat tuan? Bukan
Pernyataan yang meminta keterangan
ditandai dengan penggunaan kata Tanya berikut: apa, mana, siapa, bagaimana, dan
lain-lain. Contoh yang diberikan Fokker:
(46)
Apa maksudmu?
(47)
Siapa anak muda itu gerangan?
Kalimat perintah dapat dikenali
melalui intonasinya. Contohnya:
(49)
Duduklah!
(50)
Perhatikanlah!
Kalimat larangan dapat diungkapkan
dengan pertolongan kata jangan, dan dapat diperkuat diperkuat dengan partikel
–lah. Contohnya:
(55)
Janganlah Tuan mencela agama orang.
Kalimat seruan ditengarai oleh
pemakaian kata alangkah. Selain itu, dapat juga dipercirikan pengedepanan kata
yang bersangkutan dan dilengkapi dengan akhiran –nya. Contohnya:
(
56) Alangkah girangnya aku!
2.
RAGAM
KALIMAT MENURUT S. WOYOWASITO
Kalimat menurut
Woyowasito adalah rentetan/rangkaian kata-kata/kelompok kata yang tidak
mempunyai hubungan dengan lain-lain kata yang berada di luarnya dan memiliki
kesatuan bunyi yang berdaulat. Pembagian yang dilakukan oleh Woyowasito ini
menggunakan dasar analisis logis (dasar logika) dan struktur bahasa yang
bersangkutan. Dengan menggunakan analisis logis menyebabkan mengenal dua
kaliamt yaitu: (1) kalimat penuh/sempurna/lengkap, dan (2) kalimat tak
sempurna/tak lengkap/tak penuh. Kalimat penuh minimal harus berisi fungtor
Subjek dan perdikat. Contohnya:
(58) Orang itu membeli kacang
Kalimat tak sempurna
hanya memiliki salah satu fungtor yang biasa didapati pada kalimat sempurna.
Karena tidak semua artinya juga menjadi pertanyaan.
(60) Pergi!
Berdasarkan
struktur bahasa, yakni berdasarkan urutan katanya, dikenal kalimat inverse dan
kalimat majemuk. Kalimat inversi merupakan kalimat yang berstruktur
Predikat-Subjek. Kalimat majemuk adalah dua kalimat yang dijadikan satu. Anak
kalimat merupakan pengganti fungtor tertentu.
Woyowasito, (1976) juga telah
menyebutkan pembagian kalimat berdasarkan intonasinya. Dibedakan tiga jenis
kalimat berdasarkan intonasinya yaitu: (1) kalimat seru, yang ditandai dengan
tanda seru di pada akhir kalimat, (2) kalimat tanya, yang bercirikan dengan
tanda Tanya pada akhir kalimat, dan (3) kalimat pernyataan, yang diakhiri
dengan tanda titik.
3. RAGAM KALIMAT MENURUT SUTAN TAKDIR
ALISYAHBANA
Alisyahbana (1983) menyebutkan
adanya kalimat Tanya dan kalimat perintah. Pertanyaan didefinisikan sebagai
suatu ucapan seseorang kepada orang lain, menyatakan,bahwa yang bertanya itu
tiada tahu, dan ingin (minta, menyeluruh, memerintah) diberi tahu tentang yang
tiada deketahuinya itu.kalimat Tanya dibedakan menjadi tiga macam atas cara
pembentukannya. Pertama, kalimat Tanya yang semata-mata terbentuk dari lagu
Tanya. Kedua, kalimat tanya yang terbentuk dari berbagai kata tanya seperti:
apa,mengapa, bagaimana, bila, kapan, di mana, ke mana, berapa, dan lain-lain.
Ketiga, kalimat tanya yang dibentuk dari pertikel –kah atau –tah.
Kalimat perintah adalah suatu ucapan
yang memerintah (memaksa, menyuruh, mengajak, meminta), supaya orang yang
diperintah itu melakukan apa yang tersebut dalam perintah itu. Menurut
Alisyahbana (1983) kedudukan kata kerja dalam kalimat perintah memiliki
kedudukan yang sangat penting. Pada kalimat tulis tanda seru merupakan cirri
yang penting dalam kalimat perintah.
Kalimat
yang sejenis kalimat perintah adalah kalimat permintaan. Kalimat perintah
dibedakan dengan kalimat permintaan karena lagu kalimat dan tingkanya yang
berbeda.
Kalimat tak sempurna
adalah kalimat yang hanya terdiri atas
S, P, PPelengkap atau Keterangan saja, sedangkan kalimat sempurna merupakan
kalimat yang terdiri atas S dan P. Kalimat tak sempurna dibedakan atas: (1)
kalimat tidak bersubjek, (2) kalimat tidak berpredikat, (3) kalimat tidak
bersubjek dan tidak berpredikat. Berikut ini merupakan masing-masing contoh
dari kalimat-kalimat tersebut.
(76) Lekas kemari!
(77) Ali.
(78) Pukul tujuh
Kalimat
tungal ialah sebuah kalimat yang dalam hubungan kalimat-kalimat yang banyak itu
boleh dianggap berdiri sendiri. Sebaliknya, kaliamt majemuk ialah susunan
beberapa kalimat yang dalam hubungan kalimat-kalimat yang banyak itu amat rapat
hubungan isinya, sedangkan hubungan yang rapat itu ternyata pula pada cara
menyusun kalimat-kalimat itu, sehingga sekaliannya itu bersama-sama boleh
dianggap menjadi sebuah kalimat.
Kalimat majemuk setara adalah
kalimat majemuk yang terjadi dari beberapa kalimat yang setara. Kalimat majemuk
setara ini dapat dibedakan atas hubungan setara menyambung dalam hubungan
setara mempertahankan. Dalam suatu kalimat sebuah kata atau beberapa kata yang
menduduki suatu jabatan dalam kalimat sering diganti oleh susunan katayang
menyerupai sebuah kalimat. Jika terjadi hal-hal yan demikian, kalimat itu
merupakan kalimat majemuk bertingkat.
4. RAGAM KALIMAT MENURUT GORYS KERAF
Keraf (1980) menyebut beberapa jenis
kalimat yang dibagi dari tiga dasr yang berbeda. Ketiga dasar yang digunakan
untuk membagi kalimat adalah: (1) banyaknya kontur, (2) banyaknya unsur pusat,
(3) proses terbentuknya kalimat. Dengan dasar itu dihasilkan jenis kalimat
berikut: (1) kalimat minim versus kalimat panjang, (2) kalimat minor versus
kalimat mayor, (3) kalimat inti versus kalimat transformasi. Selain itu juga
membicarakan kalimat tunggal dan majemuk.
4.1 Kalimat Minim Versus Kalimat Panjang
Pembagian kalimat atas kalimat minim
dan kalimat panjang didasarkan pada jumlah kontur yang terdapat dalam suatu
kalimat. Kontur adalah suatu bagian dari arus ujaran yang diapit-apit oleh
kedua kesenyapan. Berdasarkan kesenyapan yang mengapit ada empat jenis kontur.
a) Kontur
yang diapit oleh kesenyapan awal dan akhir kesenyapan final,
b) Kontur
yang diapit oleh kesenyapan awal dan kesenyapan nonfinal,
c) Kontur
yang diapit oleh kesenyapan nonfianl dan kesenyapan nonfinal,
d) Kontur
yang diapit oleh kesenyapan yang nonfinal dan kesenyapan final.
Kalimat minim adalah kalimat yang
tidak dapat dipecahkan atas kontur-kontur yang lebih kecil. Kalimat panjang
adalah kalimat yang secara potensial dapat dipecehkan lagi atas kontur-kontur
yang lebih kecil seperti halnya kalimat.
4.2 Kalimat Minor Versus Kalimat Mayor
Berdasarkan unsur pusanyat kalimat
dapat dibedakan atas kalimat minor dan kalimat mayor. Unsur pusat atau unsur
inti adalah unsur kalimat yang tidak bisa dihilangkan dari sebuah kalimat.
Kalimat minor adalah kalimat yang hanya terdiri atas satu unsurpusat. Kalimat
mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua unsur pusat atau
unsur inti.
4.3 Kalimat Inti Lawan Kalimat
Tranformasional
Kalimat inti adalah kalimat yang
terdiri atas dua unsur pusat (inti). Kalimat inti yang sudah mengalami
perubahan, baik perubahan intonasi, maupun perubahan struktur, dan menjadi
kalimat baru disebut kalimat transformasional. Keraf mengutarakan dua jenis
transformasi, yakni dengan menambah unsur-unsur tambahan dan menggabungkan
beberapa gagasan menjadi satu.
4.4 Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Kalimat tunggal adalah kalimat yang
hanya terdiri atas dua struktur inti dan boleh diperluas dengan satu atau lebih
unsur-unsur tambahan, asal unsur-unsur tambahan itu tidak boleh membentuk pola
yang baru. Kalimat tunggal itu dibedakan dengan kalimat majemuk karena jumlah
pola kalimatnya. Kalimat-kalimat tunggal yang diperluas sekian macam hingga
unsur-unsur baru itu membentuk satu atau lebih pola kaliat lagi, kalimat itu
disebut kalimat majemuk.
Kalimat majemuk dibedakan menjadi
tiga jenis, yakni (1) kalimat majemuk setara, (2) kaliamt majemuk bertingkat
dan kalimat majemuk campuran. Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang yang
kedua pola kalimatnya sederajad atau setara. Kalimat majemuk bertingkat adalah
kalimat yang hubungan pola-polanya tidak sederajad atau tidak setara. Kalimat
majemuk campuran dapat berupa sebuah pola atasan dan sekurang-kurangnya dua
pola bawahan, atau sekurang-kurangnya dua pola atasan ditambah dengan satu atau
lebih pola bawahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar